Bahaya Bangsa Jika Menonton Tayangan "Alay" - Sisi Lain Young Engineer Bahaya Bangsa Jika Menonton Tayangan "Alay"

Bahaya Bangsa Jika Menonton Tayangan "Alay"

Pembahasan mengenai tontonan "alay" mengingatkan saya pada kritik pedas namun bijak dari Om Deddy Corbuzier. Om Deddy mengkritik keras tontonan "alay" yang menurutnya tidak berfaedah untuk ditonton masyarakat, bahkan menyarankan kepada teman-teman artisnya untuk menolak mengisi acara-acara sejenis "alay" tersebut.



Kali ini saya setuju pake banget dengan tanggapan Om Deddy tersebut. All in setuju. Jujur, sejak semua tayangan di televisi diisi dengan tontonan "alay" selama berjam-jam, bergantian, baik acara lawakan, acara musik dan reality show, saya mulai jenuh atau bahkan jijik untuk menonton televisi. Alasannya, menurut saya tayangan tersebut tidak mendidik, bahkan sudah "keceplosan" dalam memberikan tontonan. Beberapa adegannya menampilkan kekerasan fisik dan verbal, dan bullying yang berdampak buruk, terutama jika ditiru oleh anak-anak.



abuathar
Sumber Gambar: http://makassar.tribunnews.com/2018/03/11/deretan-selebriti-ini-melawan-usai-deddy-corbuzier-sindir-artis-alay



Perilaku Bullying



Anak-anak generasi "jaman now" berada diambang kerusakan mental akibat tontonan "alay" yang disuguhkan hampir di seluruh stasiun televisi ternama di tanah air. Acara "alay" yang sering menampilkan pem-bully-an fisik dan verbal di dalam tontonannya, telah berhasil meningkatkan kasus bully di Indonesia. Kabar terparahnya, pelaku dan korban terbanyak adalah anak-anak usia pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah. Anak-anak pada usia pendidikan sangat mahir meniru, sehingga tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya, mereka mempraktikkan ke kehidupannya sehari-hari. Beragam bully-an yang ditampilkan, mulai dari adegan kekerasan kepada salah satu teman, memanggil teman dengan sebutan yang tidak pantas, mencela kekurangan fisik teman, dan perilaku dan kata-kata yang tidak pantas lainnya yang sangat berbahaya jika ditirukan oleh anak-anak usia pendidikan.



Sebagimana yang dilansir dari portal berita detiknews,  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menjadikan kasus bullying ini menjadi perhatian yang serius dan telah dibahas khusus dengan Presiden Jokowi.  Ketua KPAI, Asrorum Niam menyebutkan tontonan televisi yang mempertontonkan tindak kekerasan dan bullying merupakan salah satu faktor penyebabnya. Perilaku bullying ini dapat menyebabkan penurunan rasa nyaman, luka fisik, tekanan mental, bahkan meninggal dunia. Begitulah parahnya efek tontonan "alay" ini, semua pihak harus memberikan perhatian untuk melawan tontonan "alay" ini.



Tontonan "Alay" = Murahan


Meskipun telah banyak kasus yang menimpa anak-anak generasi bangsa, tayangan "alay" ini tetap menjamur di televisi Indonesia. Jika ditimbang kelebihan dan kekurangannya, sangat jelas lebih banyak kekurangannya jika dibandingkan dengan kelebihannya. Kekurangannya antara lain menjadi sumber penurunan etika, pola pikir, dan mental masyarakat. Sumber itu bisa berupa tayangan kekerasan fisik dan verbal, bullying, dan pergunjingan. Kelebihannya adalah menambah pundi-pundi uang bagi pemilik dapur redaksi atau televisi melalui iklan-iklannya. Miris sekali, padahal nasib bangsa ini kedepan bergantung pada anak-anak saat ini, harusnya mereka dididik secara positif untuk memajukan bangsa, bukan dengan menurunkan levelnya melalui tontonan "alay" yang "unfaedah" seperti saat ini. 



Berhenti Nonton Tayangan "Alay"



Langkah utama yang bisa dilakukan adalah dari lingkup paling kecil, yaitu keluarga. Orangtua atau usia dewasa lebih baik mengarahkan tontonan yang lebih positif. Jika hampir semua stasiun televisi menyajikan tayangan "alay" pada jam yang sama, maka lebih baik untuk mematikan televisi. Pilihannya hanya  terletak pada ujung jari. Lebih baik menekan tombol off daripada mengorbankan masa depan bangsa. Jika semua masyarakat sepakat untuk tidak menonton tayangan "alay", semoga ratingnya akan turun, kemudian programnya akan hilang dari layar pertelevisian, sehingga masa depan bangsa dapat terselamatkan.



Langkah lain dapat dilakukan dengan memberikan masukan atau protes kepada pihak yang punya kewenangan membatasi tayangan yaitu stasiun televisi penyedia tayangan dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Memang, langkahnya lebih berat dan politis, buktinya beberapa teguran dari KPI-pun tidak mampu membungkam tayangan "alay", bahkan stasiun televisi dengan mudahnya mengakali dengan mengganti judul, mengganti jam tayang, atau siasat lainnya. Menurut pandangan awam "receh" banget triknya.



Edukasi, Informasi, & Hiburan Dalam Tontonan



Tontonan televisi hendaknya juga memperhatikan aspek edukasi selain informasi dan hiburan. Butuh double check sebelum tontonan benar-benar ditayangkan ke televisi. Jika boleh berkaca pada masa lalu, terdapat beberapa tayangan berkualitas tersedia seperti sinetron Si Doel Anak Sekolahan, Keluarga Cemara, MTV Ampuh, Lenong Bocah, Ketoprak Humor, dan lain-lain. Ada aspek edukasi di dalam tayangan tersebut. Dan hal penting yaitu respon penontonnya ikhlas, tidak perlu dibayar apalagi diarahkah untuk "cie-cie", "kucek-jemur" dan lain sebagainya.


abuathar


Salam, 
Abu Athar
Labels: Artikel, C2Live, Coretanku

Thanks for reading Bahaya Bangsa Jika Menonton Tayangan "Alay". Please share...!

10 Comment for "Bahaya Bangsa Jika Menonton Tayangan "Alay""

Saya pernah sekali nonton acara macam ini dan jujur untuk ngetawain banyolan2 khas mereka aja susah banget. Nggak tau siapa yg salah...saya atau mereka.

Tapi kalau melihat dari kacamata bisnis, sayangnya acara semacam ini punya rating tinggi.

Selain itu, saya juga melihat seandainya saya adalah pemilik TV, ini adalah cara saya supaya jualan TV berlangganan saya laris. Karena banyak orang yg kontra berasal dari ekonomi menengah ke atas. Jadi kalau nggak mau lihat acara yg ga mutu, pindahlah ke TV kabel.

But of course it just me.

Iya, pindah TV Kabel aja, mendingan nonton kartun ajah atau discovery chan*el

Kalo aku pribadi ngga suka nonton tayangan tokoh entertaint yang nonjolin life style kemewahan yang dia punyai.
Miris, karena banyak penduduk Indonesia yang masih berada di bawah garis kemiskinan.
Buat apa pamer harta seperti itu ya ?

baca komen agan langsung terbayang sinetron Keluarga Cemara

Sudah lamaa banget nggak nonton TV. Televisi nyala kalau ada Rossi dan ILC. Selebihnya isinya kartun. Kartun pun kalau saya masih pilih-pilih buat anak-anak, nggak semua kartun cocok buat mereka. Memang ngeri kondisi sekarang, tantangannya besar banget.

Kalau marquez yg menang tv nya ga dimatiin kan sista?

saya lebih sering nonton youtube dari pada TV. Acara TV sekarang kurang saya minati.

Daripada nonton yang nggak jelas mending baca buku, soalnya tayangan2 gini bisa bikin dampak nggak baik juga sih ya

setuju sista.. baca buku lebih asyik..

Terima kasih atas kunjungan Agan dan Sista.
Silahkan berkomentar dengan bijak dan santun.
[VM Atmanegara]

Back To Top