Baca Takdir Kita Part 1 di sini
Seperti mendengar suara gemuruh yang pekat setiap kali aku kembali terngiang pengakuan Lucky bahwa dia telah menghamili Mika. Aku mencoba untuk mengendalikan diriku atas semua kenyataan yang ada dihadapanku saat ini. Cinta ini??. Ahhk, Aku serasa tidak ingin bernafas lagi. Aku selalu gagal melawan rasa di hatiku. Tapi, tamparanku di danau sore kemarin, cukup menjadi bukti kekecewaanku padanya.
"Iya, Bu. Sebentar lagi Rahza makan yaa!". Jawabku meyakinkan Ibu.
Memang dari tadi pagi aku sama sekali tidak bernafsu untuk makan. Aku belum berani untuk keluar kamar, karena aku tidak yakin bisa menyembunyikan air mata yang terus mengalir dari sudut mataku dari kemarin malam.
Sumber Gambar: https://gsella.files.wordpress.com/ |
Aku masih bertahan di dalam kamar dan menatap keluar melalui jendela. Tersusun rapi pot-pot bunga di taman rumahku. Aku, Ibu dan Kak Sarah sama-sama memiliki hobi merawat bunga, sehingga susunan bunga yang ada begitu tampak segar dan indah. Mengikuti perkembangan sang bunga dari benih hingga merekah menjadi sekuntum keindahan dunia adalah kepuasan tersendiri bagiku. Otakku kembali menerawang. Teringat percakapan bintang pada malam yang sering aku dan Lucky mainkan sewaktu masih pacaran.
"Apakah kau tidak lelah, jika aku menggantung di langitmu, bertebaran sesuka hatiku. Aku bahkan tak mampu berikan sinar terang untukmu, hanya mampu sesekali berkedip menyapamu??."
"Tidak sayang, kehadiran dan kedipanmulah yang selalu membuat indah malamku."
"Apakah kau tidak kesal, saat aku harus pergi, perlahan meninggalkanmu tanpa kata, saat mentari datang dengan kilauannya yang lebih terang?."
"Tidak sayang, kau pasti akan selalu melihatku berdiri di sini, setia menantikan kehadiran malam yang membawamu datang."
Kembali kuraih foto yang sengaja kusimpan di laci meja riasku. Foto kenanganku bersama Lucky. Kudekap di dadaku sambil menangis. Aku bahkan tak mengerti apa yang kurasakan. Sakitnya begitu menusuk jantungku. Padahal sudah tiga tahun yang lalu hubunganku dengan Lucky berakhir. Mika memang lebih cantik dan punya suara yang lebih merdu, jika dibandingkan dengan aku. Wajar saja waktu itu Lucky meninggalkanku. Tapi, aku tahu cara hidup Mika di luar sana. Aku tahu tentang hobinya berpesta sampai pagi. Sebenarnya aku tidak rela, tapi aku bisa apa?. Lucky sudah tergoda dengan keindahannya.
"Dek, makan gih. Dari tadi pagi belum makan lo!". Kali ini gantian Kak Sarah yang mengetuk pintu kamarku.
"Iya, kak. Sebentar lagi Rahza makan!".Jawabku
"Buka dulu pintunya. Kakak mau masuk". Pinta Kak Sarah
Ahhhkk. Kenapa Kak Sarah harus memaksa masuk di saat-saat aku seperti ini. Hatiku lagi kacau balau. Air mataku masih saja terus mengalir. Kamarku berantakan begini. Mana mungkin aku bisa bersembunyi lagi dari Kak Sarah.
"Ayo, Dek. Buka pintunya!." Desak Kak Sarah
Ahhhk. Kak Sarah selalu saja bersikap begitu di saat aku mengurung diri. Dia selalu bisa merasakan keadaan hatiku. Dia pasti tahu aku sedang bersedih. Pasti tahu. Kuhapus air mata di wajahku untuk menyembunyikan keadaanku. Kemudian perlahan aku buka pintu kamar.
"Kamu kenapa, Dek?." Tanya Kak Sarah sambil melihat kesekeliling kamarku.
Lidahku kelu untuk menjawab pertanyaan Kak Sarah. Aku langsung memeluk Kak Sarah, sebelum air mataku menetes lagi. Seperti mengerti hatiku, Kak Sarah hanya membelai rambutku dan menuntunku duduk di atas kasur. Dia tidak bicara untuk beberapa saat. Hanya membelai rambutku dan membiarkan air mataku membasahi bajunya.
"Kak..., !" Suaraku parau menyapanya
"Iya, Dek. Cerita sama Kakak." Jawabnnya sambil memegangi pipiku.
"Lucky mau nikah, Kak." Ungkapku sambil menunduk
"Ha?. Bukannya kalian sudah putus?." Tanya Kak Sarah heran.
"Iya Kak, tapi.."
Belum sempat menyelesaikan kata-kataku. Aku kembali memeluk Kak Sarah dan menangis sekuatnya. Aku tidak berani menceritakan kepada Kak Sarah bahwa Lucky harus menikahi Mika karena alasan yang biadab itu.
"Yasudah. Kamu sabar ya, Dek. Pasti kamu bisa melewatinya. Kakak bawain makan kamu kesini, yaa."
Aku hanya bisa mengangguk. Kemudian perlahan kembali berjalan ke arah jendela. Kuraih kembali foto kenanganku dan Lucky. Kali ini dengan sekuat tenaga aku lempar foto itu keluar. Sepertinya aku harus benar-benar menghapus Lucky dari ingatanku,
meskipun aku tahu bahwa aku harus berperang melawan hatiku sendiri.
"Apakah aku bisa aku melupakanmu Lucky, jika kau selalu hadir dalam lamunanku, jika suaramu selalu merasuk ke telingaku dengan kata-kata indahmu yang dulu. "
Baca part 3 di sini
Baca part 3 di sini
-----------------------
Salam Pena,
VM Atmanegara
6 Comment for "Takdir Kita (Part 2)"
Duh, ceritanyaaa.....
Nnti Gimana lanjutannya, ya? Haha
*masih menjadi misteri :v
oh jadi ini lanjutan tulisanmu nur X)
Ini cerpen kompilasi ya kak? hbs baca part satu. skrg mau ke part 3. ehehehehe
salam kenal
iyaa,, kompilasi bingits,, heheh
betul mas
kapan kompilasi lg nuy?
Terima kasih atas kunjungan Agan dan Sista.
Silahkan berkomentar dengan bijak dan santun.
[VM Atmanegara]